2.1. Waralaba (Franchise)
Menurut (Collin, 2000, p.12), dalam Law Dictionary, Franchise
didefinisikan sebagai “License to trade using a brand name and paying a royalty
for it”, dan franchising sebagai “Act of selling a license to trade as a Franchise”.
Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam
pemberian waralaba dengan imbalan royalty.
Pemberian waralaba ini didasarkan pada suatu Franchise Agreement, yang
menurut Black Law Dictionary (1997, p.21)adalah:
Generally, an agreement between a supplier of product or service or an owner of
desired trademark or copyright (Franchisor), and a reseller (Franchisee) under
which the Franchisee agrees to sell the Franchisor product or service or to
business under the Franchisor’s name.
Dalam pengertian yang demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
seorang penerima waralaba juga menjalankan usahanya sendiri tetapi dengan
menggunakan merek dagang atau merek jasa serta dengan memanfaatkan metode
dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba.
Kewajiban untuk mempergunakan metode dan tata cara atau prosedur yang telah
ditetapkan oleh pemberi waralaba, oleh penerima waralaba membawa akibat lebih
lanjut bahwa suatu usaha waralaba adalah usaha yang mandiri, yang tidak
mungkin digabungkan dengan kegiatan usaha-usaha lainnya (milik penerima
waralaba). Ini berarti pemberi waralaba menuntut eksklusivitas, dan bahkan dalam
banyak hal mewajibkan terjadinya non-competition clause bagi penerima
waralaba, bahkan setelah perjanjian pemberian waralabanya berakhir, (Widjaja;
2001) artinya Penerima Lisensi tidak diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan
yang sama, serupa, mirip ataupun yang secara langsung atau tidak langsung akan
berkompetisi dengan kegiatan yang dilakukan oleh Penerima Lisensi dalam
kaitannya dalam pemberian lisensi tersebut, baik dengan mempergunakan atau
tidak mempergunakan satu atau lebih data, informasi maupun keterangan yang
diperoleh dari Pemberi Lisensi. (Widjaja, 2002)
Waralaba (franchise) adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan
hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual,
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka
penyediaan dan atau penjualan barang serta jasa. (Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli
1997 pasal 1)
Menurut (Widjaja, 2001, p.13-14) dalam bentuknya sebagai bisnis,
waralaba memiliki dua jenis kegiatan:
1) Waralaba produk dan merek dagangan (Product/Trade mark franchising)
Waralaba produk dan merek dagang adalah bentuk waralaba yang paling
sederhana. Dalam waralaba produk dan merek dagang, pemberi waralaba
memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk
dikembangkan oleh pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian ijin
untuk menggunakan merek dagang miliki pemberi waralaba. Pemberian ijin
penggunaan merek dagang tersebut diberikan dalam rangka penjualan produk
yang diwaralabakan tersebut. Atas pemberian izin penggunaan merek dagang
tersebut biasanya pemberi waralaba memperoleh suatu bentuk pembayaran
franchise fee dan selanjutnya pemberi waralaba memperoleh keuntungan
(yang sering juga disebut dengan royalty berjalan) melalui penjualan produk
yang diwaralabakan kepada penerima waralaba. Dalam bentuk yang sangat
sederhana ini, waralaba produk dan merek dagang seringkali mengambil
bentuk keagenan, distributor atau lisensi penjualan.
2) Waralaba format bisnis (Bussiness Format Franchising)
Agak berbeda dengan waralaba produk dan merek dagang, waralaba
format bisnis menurut pengertian yang diberikan oleh Martin Mandelson
dalam Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee,
waralaba format bisnis adalah:
Pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak
lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak kepada penerima
waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama dagang
pemberi waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri
dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seorang yang
sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan
bantuan yang terus menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan
sebelumnya.
Dalam franchising: (Mandelson, 1997, p.48) menyatakan bahwa format
bisnis ini terdiri atas:
1. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba;
2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis,
sesuai dengan pemberi waralaba;
3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi
waralaba.
Mandelsohn (2004, p. 41-42), menyatakan bahwa ada sekurangnya 9
alasan dasar mengapa pengusaha memilih untuk mewaralabakan usahanya.
Alasan-alasan tersebut adalah:
1. Pengembangan jaringan usaha secara cepat begitu juga penetrasi pasarnya
maksudnya disini pemberi waralaba dapat dengan mudah mengeksploitasi
teritorial pasarnya;
2. Modal sepenuhnya berasal dari penerima waralaba; jadi modal yang
diperlukan pihak pemberi waralaba menjadi tidak terlalu besar untuk
menjadikan usahanya besar;
3. Pemberi waralaba menerima persentase atas penghasilan penerima waralaba
tanpa menanggung kerugian penerima waralaba;
4. Penerima waralaba membentuk sendiri manajemen operasional usahanya;
5. Penerima waralaba membayar seluruh biaya pelatihan yang diselenggarakan
oleh pemberi waralaba. Ini berarti pemberi waralaba dapat memperoleh
penghasilan lebih dari kegiatan pelatihannya tersebut;
6. Waralaba membentuk sistemnya sendiri sebagai pencari laba;
7. Rasio keuangan ekuitas yang positif, karena tidak mengeluarkan modal yang
besar;
8. Pemberi waralaba memperoleh penghasilan dari hasil penjualan dan bukan
keuntungan penerima waralaba;
9. Franchisor tidak perlu terlalu terlibat langsung setiap hari atau memantau
jalannya usaha yang dilakukan franchisee.
2.1.1. Pemberi Waralaba (franchisor)
Pemberi waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang
memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan
hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki
Pemberi Waralaba. (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 pasal 1)
A. Keuntungan bagi pemberi waralaba(Widjaja, 2002, p. 26-31):
1) Organisasi waralaba ini dapat menghasilkan keuntungan yang memadai tanpa
perlu terlibat dengan resiko modal yang tinggi maupun dengan masalah-
masalah detail sehari-hari yang timbul dari pengelolaan dan manajemen outlet
eceran yang kecil. Semua kegiatan administrasi dan pengelolaan jalannya
bisnis serta produk yang diwaralabakan akan diselenggarakan sepenuhnya
oleh penerima waralaba.
2) Tidak ada kebutuhan untuk menyuntik sejumlah besar modal untuk
meningkatkan kecepatan pertumbuhan yang besar. Masing-masing outlet yang
terbuka memanfaatkan sendiri sumber daya financial yang disediakan oleh
setiap penerima waralaba.
3) Organisasi pemberi waralaba mempunyai kemampuan untuk memperluas
jaringan secara lebih cepat pada tingkat nasional dan tentunya pun
internasional dengan menggunakan modal yang resikonya seminimal
mungkin.
4) Pemberi waralaba akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi wilayah
yang belum masuk dalam lingkungan organisasinya.
5) Pemberi waralaba hanya akan mempunyai permasalahan staf yang lebih
sedikit karena ia tidak terlibat dalam masalah staf pada masing-masing
pemilik outlet. Setiap karyawan pada outlet bisnis penerima waralaba menjadi
tanggung jawab penerima waralaba sepenuhnya.
6) Penerima waralaba akan mengkonsentrasikan diri secara lebih optimum pada
bisnis yang diwaralabakan tersebut, oleh karena mereka adalah pemilik bisnis
itu sendiri.
7) Pemberi waralaba cenderung untuk tidak memiliki asset outlet dagang sendiri.
tanggung jawab bagi asset tersebut diserahkan pada penerima waralaba yang
memilikinya.
8) Seorang pemberi waralaba yang melibatkan bisnisnya dalam kegiatan
manufaktur/pedagang besar bisa mendapatkan distribusi yang lebih luas dan
kepastian bahwa ia mempunyai outlet untuk produknya.
9) Tipe-tipe skema waralaba tertentu mampu menangani penerima waralaba
secara nasional. Pemberi waralaba, dalam skala yang besar lebih dapat
bernegosiasi dengan pihak-pihak yang sangat menaruh perhatian dan
mempunyai sejumlah pabrik, kantor, gudang, depot, atau tempat-tempat lain
diseluruh negeri, dan mengatur masing-masing waralaba lokal untuk
menangani pekerjaan yang muncul diperusahaan-perusahaan di wilayah
waralabanya. Hal ini mengefisiensi waktu para penerima waralaba. Disamping
itu tidak semua penerima waralaba memiliki kemampuan atau kapasitas untuk
bernegosiasi atau pengaturan jasa mengenai hal ini. Dengan pengkoordinasian
keseluruh kegiatan dibawah satu pemberi waralaba, masing-masing penerima
waralaba dapat menjamin bahwa kelompok nasional yang besar tanpa perlu
menimbulkan pertentangan atau benturan kepentingan (conflik interest) di
antara sesama penerima waralaba.
B. Kerugian pemberi waralaba :
1) Hindari timbulnya kemungkinan kekurang percayaan diantara pemberi
waralaba dan penerima waralaba yang berasal dari ketidak seimbangan antara
penerima waralaba individu dalam organisasi penerima waralaba dengan
pihak-pihak yang harus dihubunginya dalam organisasi waralaba;
2) Ada kemungkinan dengan jumlah investasi yang sangat besar, suatu unit
perusahaan yang dimiliki dan dikerjakan sendiri dapat memberikan
keuntungan lebih besar dari keuntungan pemberi waralaba;
3) Jika penerima waralaba membayar Fee-nya sebagai presentase dari penjualan
kotor, ada kemungkinan penerima waralaba akan bertindak secara tidak
terbuka dalam menunjukkan penghasilan kotornya;
4) Kemungkinan terdapat kesulitan-kesulitan dalam rekrutmen orang-orang yang
cocok sebagai penerima waralaba untuk bisnis tertentu.
C. Masalah-masalah yang potensial menghadang Pembeli Waralaba :
1) Adanya kemungkinan franchisee menurunkan reputasi nama atau merek
franchisor akibat kegagalannya memenuhi baku mutu tertentu.
2) Adanya kemungkinan pelayanan masing-masing franchisee berbeda-beda
sehingga mempengaruhi loyalitas pelanggan.
3) Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat diantara sesama franchisee
yang ikut merugikan franchisor.
2.1.2. Penerima Waralaba (franchisee)
Penerima waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang
diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual, penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba.
(Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997
Tanggal 30 Juli 1997 pasal 1).
A. Keuntungan penerima waralaba: (Widjaja, 2002, p. 31-37)
1. Penerima waralaba dapat mengatasi kurangnya pengetahuan dasar dan
pengetahuan khusus yang dimiliki melalui program pelatihan yang terstruktur
dari pemberi waralaba (support);
2. Penerima waralaba mendapat keuntungan dan aktivitas iklan dari promosi
pemberi waralaba pada tingkat nasional dan atau internasional;
3. Penerima waralaba mendapatkan keuntungan dan daya beli yang besar dari
kemampuan negosiasi yang dilakukan pemberi waralaba atas seluruh
penerima waralaba dan jejaringnya;
4. Penerima waralaba mendapat pengetahuan khusus dan berkemampuan tinggi
serta berpengalaman, organisasi dan manajemen kantor pusat pemberi
waralaba, walaupun dia tetap mandiri dalam bisnisnya sendiri.
B. Kerugian penerima waralaba:
1. Penerima waralaba harus membayar pemberi waralaba atas jasa yang
didapatkannya dan untuk penggunaan sistem waralaba yaitu dengan dan dalam
bentuk uang waralaba (Franchise fee) pendahuluan atau uang waralaba terus
menerus;
2. Pemberi waralaba mungkin membuat kesalahan dalam kebijakan
kebijakannya. Dia mungkin mengambil keputusan yang berkaitan dengan
inovasi bisnis yang berakhir pada kegagalan dan hal ini mungkin dapat
mempengaruhi aktivitas penerima waralaba;
3. Reputasi, citra merek dan bisnis yang diwaralabakan mungkin menjadi turun,
karena alasan-alasan yang mungkin berada di luar kontrol baik pemberi
waralaba maupun penerima waralaba.
C. Kewajiban penerima waralaba adalah: (Widjaja, 2002, p. 84-85)
1. Melaksanakan seluruh interuksi yang diberikan oleh pemberi waralaba guna
melaksanakan Hak atas Kekayaan Intelektual;
2. Memberikan kekuasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan pengawasan
maupun inspeksi berkata ataupun secara tiba-tiba, guna memastikan bahwa
penerima lisensi telah melaksanakan waralaba yang diberikan dengan baik;
3. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan
khusus dan pemberi waralaba;
4. Membeli barang modal tertentu ataupun barang-barang tertentu lainnya dalam
rangka pelaksanaan waralaba dan pemberi waralaba;
5. Menjaga kerahasiaan Hak atas Kekayaan Intelektual;
6. Melaporkan segala pelanggaran flak atas Kekayaan Intelektual;
7. Tidak memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual;
8. Melakukan Pendaftaran Waralaba;
9. Tidak melakukan kegiatan sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha
yang mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual;
10. Melakukan pembayaran Royalty dalam bentuk, jenis dan jumlah yang telah
disepakati bersama;
11. Atas pengakhiran waralaba, mengembalikan seluruh data, informasi maupun
keterangan yang diperolehnya;
12. Atas pengakhiran waralaba, tidak memanfaatkan lebih lanjut seluruh data,
informasi maupun keterangan yang diperoleh oleh penerima waralaba selama
masa pelaksanaan waralaba;
13. Atas pengakhiran waralaba, tidak lagi melakukan kegiatan yang sejenis,
serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menimbulkan persaingan dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan
Intelektual.
D. Hak penerima waralaba: (Widjaja, 2002, p. 86)
1. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak atas
Kekayaan Intelektual;
2. Memperoleh bantuan dan pemberi waralaba atas segala macam cara
pemanfaatan dan atau penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual penemuan
atau ciri khas usaha.
E. Masalah-masalah yang potensial dihadapi Penerima waralaba:
1. Terjadi kejenuhan pasar karena terlalu banyak franchisee dengan merek atau
produk yang sama di wilayah tertentu.
2. Adanya hasrat franchisor yang berlebihan untuk memperluas waralaba-nya
sehingga penghasilan potensial, ketrampilan managerial dan inisiatif yang
diperoleh para franchisee berkurang.
3. Pembatalan sepihak oleh franchisor bisa diberlakukan terhadap franchisee
yang dipandang gagal memenuhi kesepakatan.
4. Pada beberapa industri jangka waktu pemberlakuan waralaba terlalu singkat.
5. Sebagian besar kontrak menyebutkan bahwa royalty yang harus dibayar
franchisee hanya berdasarkan gross sales (penjualan bruto) tanpa
memperhitungkan laba franchisee.
2.1.3. Franchise fee Dan Royalty fee
Franchise fee adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh
Franchisee kepada Franchisor pada awal masa kerja sama dan berlaku untuk
jangka waktu tertentu. (Multiplus, 2004, para. 5)
Dengan membayarkan “Franchise fee” seorang Franchisee akan
memperoleh:
1. Hak penggunaan merek, service mark dan Franchisor untuk jangka waktu
tertentu.
2. Satu set manual standar operasi (SOP) dan semua formulir pendukung
operasional lainnya.
3. Pelatihan untuk Franchisee dan semua karyawannya.
4. Dukungan store set up (pendirian gerai) mulai dan pemilihan lokasi, negosiasi,
design, renovasi, pembuatan furniture, pengurusan ijin usaha dan kerja sama
dengan semua supplier/produsen, perencanaan pemasaran sampai ke acara
grand opening. (multiplus, 2004, para. 5)
Dengan membayarkan “Royalty Fee” seorang Franchisee akan memperoleh:
1. Pelatihan dan dukungan teknis secara berkesinambungan.
2. Dukungan manajerial dan operasional secara berkesinambungan.
3. Research dan Development yang menghasilkan inovasi produk dan layanan
secara berkesinambungan.
4. Strategi pemasaran dan branding global.
Semua benefit/keuntungan yang diperoleh dengan bergabung dalam suatu sistem
Franchise (sharing cost, bigger negotiation power, higher profit margin, dan lain-
lain). (multiplus 2004, para. 6)
2.2. Proses Keputusan Konsumen
Menurut (Blackwell, 2001, p. 72), terdapat beberapa tahap di dalam
Consumer Decision Processes, seperti yang dijabarkan pada keterangan di bawah
ini:
1. Need Recognition
Merupakan langkah awal dari proses pengambilan keputusan. Tahap ini
terjadi ketika individu merasakan adanya perbedaan antara apa yang konsumen
harapkan untuk menjadi ideal dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya.
Konsumen membeli suatu produk ketika mereka percaya terhadap kemampuan
suatu produk dalam menyelesaikan suatu masalah lebih berharga daripada biaya
untuk membelinya.
2. Search for Information
Setelah pengenalan kebutuhan diperoleh, konsumen mulai mencari
informasi dan solusi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pencarian informasi
dibedakan menjadi 2 jenis:
a) Internal yaitu, mendapatkan kembali pengetahuan dari ingatan (memory)
atau mungkin kecenderungan genetik.
b) Eksternal yaitu, mengambil informasi dari teman, keluarga dan pasar.
3. Source of Information
Konsumen mencari berbagai macam sumber untuk mendapatkan informasi
yang mereka butuhkan untuk menghasilkan pilihan produk dimana mereka merasa
nyaman. Sumber ini dapat dikategorikan menjadi marketer-dominated atau
nonmarketer-dominated
Oleh marketer-dominated, kita mengarahkan pada apapun yang supplier
lakukan untuk menunjukkan informasi dan persuasi, seperti penggunaan iklan,
sales person, infomercials, website dan point of sales materials.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Waralaba (Franchise)"